Senin, 03 November 2025

Celotehan tentang Gaya Belajar Anak

Halo,..

Michael disini...

     Selama kurang lebih lima tahun lamanya, saya  menjadi seorang pengajar jenjang SD (Sekolah Dasar) dan 2 bulan SMP (Sekolah Menengah Pertama) sudah saya lakukan. Saya hanya ingin membagikan pengalaman saya melalui tulisan ini. 

    Ada orang tua yang beranggapan bahwa metode mengajar online dinilai kurang efektif. Menurut saya pribadi, efektif / tidaknya tidak semata-mata tergantung dari online / tidaknya melainkan kerjasama antara guru dan orang tua. 

    Mengapa? Karena efektif / tidaknya tergantung dari banyak faktor. Ada siswa/i yang didatangi dan guru mendampingi fisik disitu. Kemudian, diminta untuk menjelaskan ulang, mengisi soal, dan menjawab sudah benar semua. Namun, keesokan harinya, hal - hal yang telah dipelajari menjadi terlupakan dan mencapai nilai yang tidak seperti yang diharapkan pada saat H-1. 

    Padahal, sudah dipastikan semua bahwa anak itu sudah oke dan siap mengerjakan ujian. Performanya bagus, mau mendengarkan. Namun, tidak ingin/kesulitan mengeksplorasi ulang hal-hal yang sudah dipelajari saat les baik di sekolah dan di rumah dengan alasan segunung. Padahal, waktu di malam hari dan di sekolah banyak.

    Alih-alih introspeksi diri, malah mencurigai dan mempertanyakan kinerja guru lesnya sendiri yang sudah mau datang dan membantu. Perlu diingat bahwa, tugas guru les sendiri bukan hanya sebagai faktor utama untuk membuat nilai menjadi bagus tetapi sebagai faktor pembantu saja untuk memaksimalkan nilai anak. Di samping itu, ada beragam faktor seperti niat anak, kemampuan dasar menghitung (mengingat angka), membaca (mengingat huruf), dan menghafal, serta kerjasama dengan orang tua.

    Yang dimaksud disini adalah orang tua peka terhadap kondisi anaknya. "Anak saya gak bisa digalakkin, anak saya nurut, anak saya tuh sebenernya pinter baanget loh, anak saya itu memang gak bisa menghafal." beserta ucapan-ucapan lainnya. Hey.. ini anakmu lho bukan anak guru les nya sendiri..

Yang ingin saya tanyakan, 

Kalo sudah pinter kenapa dirasa memerlukan les? kalo tidak bisa menghafal kenapa memprioritaskan les? 

Bagaimanapun, kelemahan-kelemahan yang dijumpai anak itu menunjukkan bahwa dia seutuhnya manusia. Mari kita bantu ajarkan kepada mereka bagaimana caranya untuk menghafal meskipun memang anak itu tidak bisa menghafal. Menggunakan cara-cara lainnya, misalnya mendengarkan rekaman, menempelkan poster di dinding, membuat ringkasan.

Anak saya gak boleh digalakkin. Galak seperti apa dahulu? Bila anaknya sudah lama les dinasehati baik-baik, tapi enggak ngerti-ngerti/ tidak mau perhatikan, bagaimana? Mau diingatkan berapa puluh kali lagi? Kalau dapat jelek baru deh, gurunya yang dipertanyakan kinerjanya termasuk sekolah.

Sejatinya, orang yang memiliki tanggung jawab mendidik anak dalam moral dan karakter adalah orang tua itu sendiri, bukan tugas dari seorang guru. Guru hanya membantu orang tua dalam mendampingi. Bukan berarti orang tua hanya menyerahkan ke sekolah dan guru kemudian selanjutnya selesai, anak itu terserah mau jadi apa. Dengan dalih bayaran mahal, waktu pertemuan yang banyak, kompetensi & pengalaman guru, kesibukan masing-masing (cari kerja, cari uang) seakan-akan tanggung jawab orang tua dengan anaknya sendiri dilupakan dan tidak diindahkan. 

Kalau begitu, ngapain punya anak?

Itu anak yang sudah dipercayakan untuk mu lho, untuk kamu bisa urusi dan dampingi hampir seumur hidupmu. 



    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar