Label Pangan: Konsumsi Berlebihan Mempunyai Efek Laksatif

Kemarin, saya pergi jalan-jalan ke satu supermarket  yang masih tergolong baru di kota tempat saya tinggal. Lalu, saya menemukan satu wajah ...

Selasa, 15 September 2020

Sega Jamblang: Menu, Sejarah, Kebudayaan dan Filosofi.

Sega Jamblang: Menu, Sejarah, Kebudayaan dan Filosofi.


#edisikulinernusantara

Nasi Jamblang atau dalam bahasa Cirebon disebut juga Sega Jamblang. Terdiri dari kata "Sega"  berarti nasi dan "Jamblang",  berasal dari desa Jamblang, Kabupaten Cirebon. Sega Jamblang telah  menjadi suatu ikon Kuliner di daerah Cirebon dan telah dikenal baik di  beberapa daerah yaitu Bandung, Jakarta dan sekitarnya. 


1. Menu Sega Jamblang

Berdasarkan  pengamatan Susilawati dkk. (2016) sesungguhnya terdapat 40 varian  lauk yang terdapat di sega Jamblang, terdiri dari lauk kering yaitu telur  goreng, tempe/tahu goreng, ikan asin, dan lauk basah yaitu semur,  sambal. Kedua lauk tersebut tersedia berukuran relatif kecil dan disajikan dalam  bentuk prasmanan sehingga dapat diambil sendiri, sedangkan nasi yang  dikomersialkan, dikemas dengan menggunakan daun Jati.

Daun  jati digunakan sebagai pengemas  karena memiliki beberapa keuntungan,  yaitu kuat, memiliki komponen bioaktif yang secara tidak langsung  bermanfaat untuk kesehatan, memiliki pori-pori yang dapat membuat nasi  tetap awet dan pulen selama tiga hari disimpan.   Selain itu, piring  yang digunakan ketika mengonsumsi nasi Jamblang dialasi dengan daun  jati yang bertujuan untuk memberikan aroma yang diduga dapat  meningkatkan nafsu makan.

Nasi Jamblang
https://sweetrip.id/wp-content/uploads/2021/10/resep-nasi-jamblang.jpeg


2. Kebudayaan Sega Jamblang

Zaman  dahulu, di Cirebon terdapat pelabuhan yang berperan sebagai pusat  perdagangan dan banyak penjual yang berasal dari berbagai etnik, yaitu  Arab, Tionghoa, Jawa, Sunda dan India. Oleh karena itu, menu-menu yang  terdapat dalam sega jamblang dipengaruhi oleh interaksi kebudayaan antar etnik dan menjadi semakin terintegrasi.  Uniknya,  menu-menu yang disajikan, akan menjadi lebih serasi apabila  dikombinasikan satu dengan yang lain. 

Misalnya, perkedel kentang yang  diduga dari proses pembuatan, bahan dan bumbu dipengaruhi oleh  kebudayaan Tionghoa cocok dikombinasikan dengan sambal goreng yang  dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa dan Sunda. 

Selain  itu, apabila dikombinasikan dengan rendang kecap yang dipengaruhi oleh  kebudayaan Padang dan Arab juga tidak kalah nikmat.  Hal ini diperkuat oleh  Habsari (2007) yang menyatakan bahwa nasi jamblang dikonsumsi bersama  dengan lima macam lauk. 

Nasi jamblang
Sumber: https://media.suara.com/pictures/970x544/2019/04/18/36478-nasi-jamblang-instagram-ina-koesoema.jpg

3. Sejarah Sega Jamblang

Berdasarkan  beberapa sumber, dikatakan bahwa sega jamblang sudah ada sekitar tahun  1753 saat Perang Kedondong, tahun 1809 saat pembangunan jalan Anyer-Panarukan dan tahun 1847 saat pembangunan pabrik gula. 

Di tahun tersebut, sega Jamblang dikonsumsi oleh para karyawan  dan terdapat satu  warga Pribumi, yaitu H. Arief Latif beserta istrinya yaitu Tan Piauw Lun  atau akrab dipanggil Nyonya Pulung, membagikan sega jamblang karena  rasa iba kepada karyawan tersebut. Lambat laun, sega jamblang dikenal  luas oleh beberapa kalangan hingga  luar kabupaten Cirebon serta Nyonya Pulung mendirikan usaha sega  jamblang. Dahulu, sega jamblang hanya memiliki tujuh lauk yaitu dendeng laos,  kebuk goreng (paru), sambal goreng, tempe  dan tahu goreng, sayur tahu, dan ikan asin panjelan (cucut) (Mustajah, 2017).


4. Filosofi Sega Jamblang

Berdasarkan pernyataan Prof. Murdijati Gardjito, peneliti di Pusat Kajian Makanan Tradisional yang dikutip dari Jurnal Conference on Public Administration and Society (2019)  dikatakan bahwa konsumsi sega jamblang ini mengajarkan kepada kita  semua mengenai arti Kejujuran, karena pembeli mengutamakan kejujuran  dalam melakukan perhitungan terhadap jumlah setiap lauk yang dikonsumsi. Selain itu,  bagi penjual perlu menerapkan harga yang tidak melampaui batas dan menghitung dengan harga yang sesuai. 

Bahtiyar & Fahmi (2017) menambahkan  bahwa  Sega Jamblang mengajarkan kepada kita nilai Kebaikan, diduga sebaiknya  kita tetap tulus dalam melalukan sesuatu dan Keadilan, yaitu setiap  kalangan masyarakat (tidak memandang kasta), berhak mengambil lauk yang  terdapat pada sega jamblang yang disajikan secara prasmanan.


Apabila mengunjungi Cirebon, silahkan singgah sebentar dan jadualkan pengingat, untuk mencoba sega jamblang, ya...:) 

Selalu ingat akan nilai-nilai Kejujuran, Kebaikan dan Keadilan yang "bersumber" dari  satu porsi sega Jamblang ini. 


 Sekian.


Daftar Pustaka:

1. Bahtiyar, A. Y., & Fahmi, A. U. (2017) Analisis Historis dan Filosofis  Makanan Tradisional Khas Cirebon dalam Perspektif Multi-Etnik. PLURALISME, MULTIKULTURALISME, 91

2. Habsari R. (2007). Info Boga Jakarta. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

3.  Indrayana, Y., & Yuniningsih, T. (2019). SEGA JAMBLANG,  ICON KULINER PENGEMBANGAN PARIWISATA KOTA CIREBON (DALAM PERSPEKTIF  SEJARAH). In Conference on Public Administration and Society (Vol. 1, No. 01).

4. Mustajab. (2017). Koki Kumis dan Lima Cerita Kuliner. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Jakarta

5. Susilawati, S., Fikriyah, F., & Saefudin, A. (2016). Science education based on Cirebon local culinary food. Umran-International Journal of Islamic and Civilizational Studies, 3(3-1).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar