Baru-baru ini, masyarakat lebih
sering mengonsumsi makanan tinggi garam, lemak jenuh, gula
sederhana yang dapat berasal dari snack/ekstrudat, chip, makanan
kaleng, yaitu daging ataupun sup dan konsumsi serat, kalium
dan magnesium, yang bersumber dari buah dan sayur, yaitu lemon, pisang
dan bayam serta umbi, yaitu kentang menjadi semakin jarang. Secara umum, bahan
pangan yang memiliki kadar air tinggi memiliki pH yang asam, yaitu buah
(lemon) yang berasa asam meninggalkan residu basa, sebaliknya daging,
ikan, unggas, telur yang tidak berasa asam meninggalkan residu asam.
Selain itu, PRAL (Potential Renal Acid Loads) dapat dijadikan sebagai
indikator, namun tidak dapat dijadikan patokan untuk mengetahui sifat
asam/basa makanan tersebut.
Makanan asam dan basa Sumber: Greatist |
Konsumsi makanan yang sering dan tinggi sodium, lemak, gula diketahui dapat menimbulkan residu asam, yaitu sulfat
non volatil, asam organik tidak termetabolisasi, asam fosforat dan asam
lainnya, sehingga lama kelamaan tingkat keasaman di tubuh meningkat dan
mengurangi kinerja organ, mudah terkena stress, diduga dapat
meningkatkan resiko penyakit kronis, menurunkan kepadatan tulang serta
menurunkan massa otot. Selain itu, mineral yang bersifat basa, yaitu
potassium, yang secara umum ditemukan dalam bentuk potasium sitrat,
magnesium dan kalsium dalam bentuk kalsium fosfat dan karbonat akan
berkurang. Rendahnya kalsium diukur berdasarkan kandungan kalsium yang
berjumlah sedikit di dalam urin.
Kalsium
tersebut dipinjam oleh tubuh untuk menetralisir asam yang ada di dalam
tubuh sehingga kepadatan tulang menjadi rendah, meningkatkan inflamasi
namun tidak sampai menyebabkan osteoporosis. Keasaman di dalam sel dapat
diindikasikan dari pH urin dan tidak bisa diindikasikan dari pH darah.
Selain itu, asam yang berlebih dapat diikat dengan visceral fat, yang
terletak dekat hati, lambung dan usus dan diduga dapat memiliki efek
yang kurang baik untuk tubuh. Lemak ini tidak terlihat dibandingkan
dengan subcutaneous fat yang langsung terlihat di daerah lengan dan paha. Oleh karena itu, pH tubuh harus tetap terjaga dan memiliki rentang pH optimum, yaitu 7,35-7,45 (sedikit basa) dengan merawat base buffer system atau sistem penyangga basa di dalam tubuh. Oleh karena itu, alkaline diet perlu diterapkan.
Base buffer system dalam tubuh lama kelamaan akan lelah dan stress apabila kurang konsumsi makanan yang bersifat basa dan lebih sering mengonsumsi bahan pangan dengan lemak, gula dan sodium yang tinggi sehingga tubuh sulit terlindungi, namun, bukan berarti tubuh tidak butuh makanan yang meninggalkan residu asam, yaitu daging, karena daging, telur, unggas karena dari bahan pangan tersebut masih dibutuhkan protein yaitu untuk membangun massa otot dan merupakan gabungan dari asam amino, yang digunakan untuk membangun DNA dan mengandung asam lemak esensial yang dibutuhkan oleh tubuh. Konsumsi ikan, daging, telur, unggas masih perlu dilaksanakan dalam melakukan alkaline diet.
Berdasarkan Elisa (2009) dikatakan bahwa sebaiknya tubuh mengonsumsi makanan yang bersifat alkali sebesar 60% sehari-hari dan 80% apabila sedang tahap pemulihan. Selain itu, di dalam pola makan alkali harus memenuhi 40% kebutuhan lemak sehari-hari dan 20% apabila sedang tahap pemulihan. Menu yang digunakan harus bervariasi dan siklus waktu yang tepat, dan dikonsumsi dalam porsi yang cukup. Dalam tahap melakukan alkaline diet, dibutuhkan delapan tahap dalam melakukan diet alkaline, yaitu tahap detoks, prenourishing, transisi, filling phase, dan diet mediteranian hingga asian diet (Deangela, 2020). Disarankan untuk mencoba alkaline diet, sebaiknya mendiskusikannya terlebih dahulu kepada yang lebih berwenang, yaitu dokter gizi pribadi, ahli gizi atau dietitian.
Dalam pola makan alkaline diet
pangan, yaitu kopi, alkohol, makanan berpengawet dihindari dan
perbanyak konsumsi sayur dan buah organik serta susu dan minuman
probiotik, yaitu yoghurt dan smoothies. Kandungan yoghurt dapat
memperlancar pencernaan sehingga mencegah reabsorpsi komponen-komponen
toksik yang terkandung dalam feses yang tidak terkeluarkan secara
teratur (Elisa, 2009). Mengonsumsi makanan yang bersifat basa dapat
mengurangi rasa sakit akibat atritis, meningkatkan growth hormone, menjaga kesehatan tulang, mengurangi resiko terkena hipertensi dan struk reparasi jaringan yang rusak dan meningkatkan total energi dalam tubuh (sel bekerja secara optimum), dan meningkatkan kesehatan tulang.
Daftar Pustaka
CDC. (2020). Get the Fact Sodium and the Dietary Guidlines. https://www.cdc.gov/salt/pdfs/sodium_dietary_guidelines.pdf
Deangela, E. (2020) 56 Days Enhanced Alkalizing Meal Plans. http://thealkalinediet.org/viparea/56DaysEnhancedMealPlans.pdf
Elisa/Act .(2009). The Alkaline Way. RMJ Holdings LLC.
Mousa, H. (2016). Health Effects of Alkaline Diet and Water, Reduction of Digestive-tract Bacterial Load, and Earthing- Review Article. Alternative THerapies Vol 22. No. S1. 24-33
Sangma et al. (2019). Concept of Acid Alkaline Diet. The Pharma Innovation Journal. Hal 932-935.
Schwalfenberg, G. (2012). Review Article - The Alkaline Diet: Is There Evidence That an Alkaline pH Diet Benefits Health ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar