Mari kita lihat dahulu, kenapa sih gorengan itu dikatakan beresiko? Mari menelusuri fakta-fakta yang ada.
Fakta #1. Gorengan digoreng dengan minyak berlimpah
Gorengan digoreng dengan menggunakan deep fat frying. Secara umum, bahan utama yang digoreng itu sehat dan merupakan makanan fungsional yaitu pisang, tempe, tahu. Memang, terbukti oleh penelitian Pudjihastuti dkk. (2019) menggoreng dengan metode tersebut menghasilkan tingkat kerenyahan aneka cemilan yang lebih tinggi, yaitu 84,35%. Lumanlan (2020) menggoreng kentang, dan kandungan lemak yang terserap setelah penggorengan hingga pendinginan kentang tembus hingga 64 hingga 65%.
Air yang berada di dalam makanan akan menguap dan membentuk pori. Setelah itu, minyak akan terserap melalui pori yang dapat meningkatkan jumlah kalori dalam resep (de Lima dkk., 2019) .Sebenernya untuk faktor-faktor yang terkait menggoreng berdasarkan de Lima dkk. (2019), terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi penyerapan minyak, yaitu tipe makanan, tipe minyak serta waktu penggorengan. Makanan berukuran besar dapat menyerap minyak lebih banyak dibandingkan dengan makanan berukuran kecil, karena memiliki area permukaan yang lebih besar (de Lima dkk., 2019).
Semakin lama waktu penggorengan, maka minyak yang terserap semakin banyak. Tidak sedikit orang yang diduga saking terlalu hemat, menggunakan minyak goreng ini berulang kali, hingga kisaran tiga hingga empat kali. Perlahan, minyak yang digunakan akan berubah menjadi kecokelatan, kehitaman, mengental hingga mengeluarkan buih, akibat reaksi kimia, yaitu oksidasi yang dapat membuat minyak tersebut mengalami penurunan mutu hingga rusak (Nainggolan, 2016). Kerusakan minyak ini yang memiliki efek tidak menguntungkan bagi tubuh.
Kenapa sih minyak ini semakin kental? karena selama proses penggorengan, minyak akan mengalami perubahan komposisi asam lemak yang ada (Segatin, 2020). Akibatnya, transfer panas menjadi tidak maksimal dari api menuju ke makanan dan makanan membutuhkan waktu yang lama untuk menjadi matang (de Lima dkk., 2019). Oleh karenanya, dalam menggoreng gorengan perlu menggunakan minyak dengan kualitas yang baik ya agar jumlah minyak yang terserap dalam makanan dapat terkendali.
Fakta #2. Gorengan memiliki kandungan garam NaCl
Kalau dilihat dari tumpeng gizi seimbang, posisi garam dan minyak terletak di bagian teratas, artinya paling sedikit dibutuhkan oleh tubuh. Tumpeng tersebut cocok digunakan sebagai pedoman hidup kita sehari-hari. Hellosehat (2023) menyarankan konsumsi garam maksimal satu sendok teh atau sekitar lima gram / orang / hari sedangkan konsumsi lemak maksimal lima sendok makan sekitar 67 gram / orang / hari. Mari kita bayangkan sejenak. Wow, sedikit ya. Oleh karenanya mari kita menjaga pola makan yang kita pilih setiap hari. Makan gorengan boleh, namun dibatasi, karena mengandung banyak garam dan lemak.
Tak lupa dalam membuat gorengan perlu dipadukan dengan sedikit sayur ya. Secara umum, sayur-sayuran yang ditambahkan ke dalam gorengan yaitu daun bawang, seledri, wortel mengandung kandungan serat (Kusharto, 2006). Kandungan serat pada dalam sayur-sayuran tersebut secara berturut-turut, yaitu 1,5 gram/ 100 gram, 1,5 gram/100 gram, 1,1 gram/100 gram (Kusharto, 2006). Meskipun berjumlah sedikit, namun besar manfaatnya. Sayur-sayuran mengandung serat yang baik untuk menurunkan kandungan lemak, terutama kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) serta memperlancar buang air besar dengan membentuk gel sehingga feses menjadi semakin berat dan mudah terkeluarkan. Selain itu,beberapa sayuran seperti daun bawang dan seledri dalam jumlah tertentu diduga dapat membuat gorengan menjadi lebih beraroma.
Sekian, Salam sehat!
Daftar Pustaka
de Lima, K. C. M., Barros, H. D. D. F., Passos, T. S., & Maciel, B. L. L. (2019). The effect of using different oils and paper towel in vegetable oil absorption of fried recipes. Journal of Culinary Science & Technology, 17(4), 373-384.
Hellosehat. (2023). Bagaimana Pedoman Gizi Seimbang di Indonesia? https://hellosehat.com/nutrisi/gizi-seimbang/. Diakses tanggal 23 April 2023. Pukul 1:21.
Kusharto, C. M. (2006). Serat makanan dan perannya bagi kesehatan. Jurnal gizi dan pangan, 1(2), 45-54.
Lumanlan, J. C., Fernando, W. M. A. D. B., & Jayasena, V. (2020). Mechanisms of oil uptake during deep frying and applications of predrying and hydrocolloids in reducing fat content of chips. International Journal of Food Science & Technology, 55(4), 1661-1670.
Nainggolan, B., Susanti, N., & Juniar, A. (2016). Uji kelayakan minyak goreng curah dan kemasan yang digunakan menggoreng secara berulang. Jurnal Pendidikan Kimia, 8(1), 45-57.
Pandiangan, N. (2020). GAMBARAN KONSUMSI MAKANAN ASIN DAN MAKANAN BERLEMAK/GORENGAN PADA SISWA/I JURUSAN BOGA SMK NEGERI 1 BERINGIN.
Pudjihastuti, I., Sumardiono, S., Nurhayati, O. D., & Yudanto, Y. A. (2019). Pengaruh Perbedaan Metode Penggorengan Terhadap Kualitas Fisik dan Organoleptik Aneka Camilan Sehat. In Prosiding Seminar Nasional Unimus (Vol. 2).
Praseptiangga, D., Maheswari, D. E., & Parnanto, N. H. R. (2020). Pengaruh Aplikasi Edible Coating Hidroksi Propil Metil Selulosa dan Metil Selulosa Terhadap Penurunan Serapan Minyak dan Karakteristik Fisikokimia Keripik Singkong. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, 13(2), 79-83.
Šegatin, N., Pajk Žontar, T., & Poklar Ulrih, N. (2020). Dielectric properties and dipole moment of edible oils subjected to ‘frying’thermal treatment. Foods, 9(7), 900.
Sipul, E. H., & Sodik, M. A. (2021). BAHAYANYA SERING MAKAN GORENGAN. Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia.
Sudirman, H. & Purawisastra, S. (1987) Kandungan Garam (NaCl) dalam Beberapa Makanan Jalanan. Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan. Halaman 1-5.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar